Politik
Putra Try Sutrisno Digantikan oleh Mantan Aide Jokowi, Ini Sebuah Kehormatan yang Memalukan
Pergantian kepemimpinan militer menimbulkan pertanyaan tentang kehormatan dan pengaruh politik—apa arti semua ini bagi integritas angkatan bersenjata Indonesia?

Dalam perkembangan yang mengejutkan, Letjen Kunto Arief Wibowo, putra dari mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, digantikan dari jabatannya sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I setelah hanya empat bulan menjabat, dan Laksda Hersan—yang sebelumnya menjadi ajudan Presiden Joko Widodo—mengambil alih posisi tersebut. Pergantian mendadak ini menimbulkan pertanyaan penting tentang kehormatan militer dan adanya manuver politik yang mendasarinya.
Pemecatan Kunto, yang diresmikan dalam Keputusan Panglima TNI No. Kep/554/IV/2025, berlaku mulai 29 April 2025, tidak hanya menimbulkan keresahan di kalangan militer tetapi juga memicu kemarahan masyarakat yang lebih luas. Banyak yang menganggap ini sebagai penghinaan terbuka terhadap warisan Try Sutrisno, tokoh penting dalam politik Indonesia. Gagasan bahwa seorang pemimpin militer bisa diganti begitu cepat menunjukkan kurangnya penghormatan terhadap tradisi dan kehormatan militer, yang menjadi fondasi integritasnya.
Ketika kita menganalisis implikasi dari keputusan ini, kita tidak bisa mengabaikan waktu penggantiannya. Spekulasi menyebutkan bahwa ini mungkin terkait dengan ketegangan politik yang sedang berlangsung yang melibatkan tokoh-tokoh kunci seperti Gibran Rakabuming, menunjukkan bahwa ini bukan hanya masalah militer tetapi juga permainan politik yang kompleks antara keduanya.
Manuver politik semacam ini menimbulkan kekhawatiran tentang otonomi para pemimpin militer dan potensi pengurangan nilai kehormatan militer itu sendiri, karena keputusan-keputusan tampaknya dipengaruhi oleh afiliasi politik daripada kinerja dan meritokrasi.
Kita semua bertanya-tanya bagaimana dampaknya terhadap moral personel militer dan persepsi masyarakat terhadap peran militer dalam pemerintahan. Peralihan dari Kunto ke Hersan mungkin menandai sebuah perubahan dalam prioritas, yang lebih menyelaraskan kepemimpinan militer dengan agenda pemerintahan saat ini. Penyesuaian ini bisa merusak persepsi independensi militer, sehingga menimbulkan keraguan tentang kemampuannya untuk bertindak secara objektif dalam urusan keamanan nasional.
Sangat penting bagi kita, sebagai warga negara yang peduli, untuk tetap waspada terhadap perkembangan ini. Perpaduan antara dunia militer dan politik dapat menetapkan preseden yang menantang pemahaman kita tentang kehormatan dan integritas militer.
Ketika kita merenungkan situasi ini, mari kita dorong agar militer tetap menjunjung tinggi nilai-nilainya dan tetap tangguh terhadap tekanan politik. Kebebasan kita bergantung pada militer yang teguh dalam menghormati dirinya sendiri, bebas dari intrik politik yang berusaha merusak perannya yang esensial dalam masyarakat kita.