Nasional
Dedi Mulyadi Berencana Pindah di Bandung Barat, Mengadopsi Kampung Naga
Keen on preserving cultural heritage, Dedi Mulyadi’s relocation plan for flood-affected families in West Bandung adopts Kampung Naga’s design, but will it satisfy everyone?

Dedi Mulyadi berencana untuk memindahkan 25 unit rumah yang terdampak banjir dari Sungai Cimeta ke sebuah lahan baru seluas 1,2 hektar di Tanah Kas Desa. Inisiatif ini muncul dari kebutuhan mendesak untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir.
Saat mempertimbangkan relokasi ini, penting untuk mengenali berbagai perspektif di dalam komunitas yang terdampak. Dari 37 keluarga yang terkena dampak, 27 keluarga siap menerima perubahan ini, sementara 10 keluarga menyampaikan kekhawatiran yang berakar pada nilai sentimental dan kompensasi.
Desain arsitektur rumah baru akan mengambil inspirasi dari desain tradisional yang ditemukan di Kampung Naga, yang terletak di Tasikmalaya. Dengan menggabungkan elemen tradisional ini dengan kebutuhan teknologi modern, kami bertujuan untuk menciptakan rumah yang tidak hanya aman dan tahan lama, tetapi juga menghormati dan mencerminkan warisan budaya warga Nyalindung.
Pendekatan desain yang penuh pertimbangan ini sangat penting, karena dapat mengatasi kekhawatiran komunitas tentang kehilangan identitas mereka dalam proses relokasi. Seiring kita melangkah maju dengan rencana ini, kita harus memastikan bahwa komunitas menjadi pusat dalam proses pengambilan keputusan.
Penilaian berkelanjutan yang dilakukan oleh ITB akan mengevaluasi tata letak dan biaya, memastikan bahwa preferensi dan kebutuhan komunitas menjadi panduan dalam pengembangan. Tanggal target pembangunan rumah baru adalah Juli 2025, tergantung pada tercapainya kesepakatan di dalam komunitas.
Jadwal ini memberi kita waktu untuk melakukan diskusi yang bermakna dan mengatasi keraguan yang tersisa. Penekanan pada sensitivitas budaya dalam inisiatif relokasi ini sangat penting. Kita memahami bahwa rumah bukan hanya bangunan fisik; mereka mewakili kenangan, sejarah, dan rasa memiliki.
Nasional
Bunda Salma, Pang Ucok, dan Azhar Abdurahman Resmi Dilantik sebagai Anggota DPRA Iskandar
Mengungkap era baru dalam legislatif Aceh, Bunda Salma, Pang Ucok, dan Azhar Abdurrahman melangkah dengan janji perubahan yang transformatif. Apa yang akan mereka capai?

Pada tanggal 21 Mei 2025, kita menyaksikan sebuah transisi penting dalam lanskap legislatif Aceh saat Bunda Salma, M Yusuf (Pang Ucok), dan Azhar Abdurrahman resmi dilantik sebagai anggota DPR Aceh baru dalam sebuah upacara di Banda Aceh. Peristiwa ini tidak hanya menandai pergantian personel tetapi juga potensi pergeseran dinamika politik di wilayah tersebut.
Saat anggota baru ini bersiap menjalankan tugas legislatif untuk periode 2024-2029, kita perlu mempertimbangkan implikasi dari pengangkatan mereka terhadap tata kelola dan kebijakan.
Bunda Salma menggantikan Ismail A Jalil dari daerah pemilihan 5, M Yusuf (Pang Ucok) mengambil alih dari Iskandar Usman Al-Farlaky dari daerah pemilihan 6, dan Azhar Abdurrahman menggantikan Tarmizi SP dari daerah pemilihan 10. Setiap pergantian ini mencerminkan evolusi politik yang lebih luas, yang didorong oleh pengunduran diri para pendahulu mereka yang mencalonkan diri dalam pemilihan umum lokal 2024.
Perpindahan ini dapat memengaruhi tujuan legislatif yang ditetapkan oleh anggota baru dan kemampuan mereka untuk menavigasi lanskap politik yang ada.
Saat kita menganalisis dampak politik dari DPR baru ini, penting untuk mengenali bahwa Bunda Salma, Pang Ucok, dan Azhar Abdurrahman membawa perspektif segar yang dapat sejalan atau menantang status quo.
Latar belakang dan daerah pemilihan mereka mungkin membentuk prioritas legislatif mereka, yang berpotensi fokus pada isu-isu mendesak di tingkat lokal seperti pembangunan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Dengan memahami tujuan individu dan kolektif mereka, kita dapat menilai lebih baik bagaimana mereka mungkin memengaruhi pembuatan kebijakan di Aceh.
Upacara pelantikan, yang dihadiri oleh tokoh-tokoh penting termasuk Wakil Ketua Ali Basrah dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem), melambangkan komitmen yang diperbarui terhadap tata kelola di wilayah tersebut.
Anggota baru ini harus menavigasi dinamika politik yang kompleks sambil berusaha memenuhi kebutuhan konstituen mereka. Keberhasilan mereka dalam mencapai tujuan legislasi akan bergantung pada kolaborasi dan komunikasi efektif dengan anggota DPR Aceh lainnya, serta melibatkan masyarakat untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
Melihat ke depan, tindakan yang diambil oleh Bunda Salma, Pang Ucok, dan Azhar Abdurrahman akan beresonansi di seluruh Aceh.
Kemampuan mereka untuk menerapkan legislasi yang berdampak tidak hanya akan menentukan masa jabatan mereka tetapi juga membentuk masa depan tata kelola di wilayah ini.
Ini adalah waktu yang krusial bagi Aceh, dan kita tetap berharap bahwa para legislator baru ini akan tampil maksimal, memperjuangkan kebijakan yang mendukung kebebasan dan kemakmuran bagi semua.
Nasional
Kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Mantan OPM Yeremias: Saya Lelah Hidup Penuh Penderitaan di Hutan
Di bawah beban penderitaan, mantan separatis Yeremias kembali ke NKRI mencari kedamaian, tetapi apa artinya ini bagi persatuan nasional Indonesia?

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan bukti komitmen bangsa Indonesia terhadap persatuan nasional di tengah kekayaan keberagaman etnis dan budaya. Komitmen ini secara nyata terlihat dalam kembalinya tokoh-tokoh separatis seperti Yeremias Foumair dari OPM (Organisasi Papua Merdeka), yang menyatakan keinginannya untuk kembali bergabung dalam kerangka nasional. Pernyataannya, “Saya bosan hidup penuh penderitaan di hutan,” mencerminkan kerinduan tidak hanya untuk kedamaian pribadi tetapi juga untuk identitas kolektif yang melampaui keragaman regional.
Ketika kita menelusuri perjalanan Yeremias kembali ke NKRI, kita menyadari implikasi mendalam yang dimilikinya terhadap identitas nasional kita. Prinsip NKRI menekankan bahwa meskipun memiliki latar belakang etnis yang beragam, semua warga negara berbagi komitmen yang sama terhadap bangsa. Persatuan ini sangat penting dalam menumbuhkan rasa memiliki, terutama di wilayah seperti Papua, di mana keunikan budaya kadang dapat menimbulkan rasa terisolasi dari narasi nasional yang lebih luas. Dengan kembali ke NKRI, individu seperti Yeremias memainkan peran penting dalam memperkuat identitas nasional ini sekaligus mengakui akar daerah mereka.
Inisiatif pemerintah Indonesia yang berfokus pada rekonsiliasi semakin menegaskan komitmennya terhadap persatuan dan keberagaman. Dengan mendorong mantan anggota gerakan separatis untuk kembali bergabung, pemerintah tidak hanya berusaha menstabilkan wilayah tetapi juga mengakui keberagaman cerita yang menyusun kain bangsa Indonesia. Pendekatan ini menegaskan bahwa keberagaman regional memperkaya bangsa dan bukan memecah belah.
Seiring kita bergerak maju bersama, kisah individu seperti Yeremias harus diintegrasikan ke dalam wacana nasional, mengingatkan kita bahwa setiap suara sangat berarti dalam membentuk identitas kita. Selain itu, peran TNI dalam memfasilitasi transisi ini tidak bisa diremehkan. Dukungan mereka terhadap individu yang bersumpah setia kepada NKRI menunjukkan pemahaman yang lebih luas bahwa perdamaian dan stabilitas berasal dari inklusi, bukan eksklusi.
Dengan menciptakan lingkungan di mana mantan separatis merasa diterima, kita sedang membuka jalan menuju masyarakat yang lebih harmonis dan menghargai latar belakang setiap anggotanya. Pada akhirnya, saat kita merenungkan arti penting kembalinya Yeremias, kita menyadari bahwa upaya kita untuk persatuan nasional tidak menghapus keberagaman regional. Sebaliknya, hal itu justru memperkaya identitas kolektif kita sebagai orang Indonesia.
Saat kita menjalani perjalanan ini bersama, kita memvalidasi gagasan bahwa kebebasan dan rasa memiliki saling terkait, mendorong semua orang untuk berkontribusi dalam narasi berkelanjutan NKRI. Bersama, kita dapat memastikan bahwa setiap suara, termasuk yang pernah dibungkam, menemukan tempatnya dalam mosaik yang hidup dari bangsa kita.
Nasional
Menghormati Tokoh Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia
Membentuk masa depan Indonesia, warisan Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan menantang kita untuk merenungkan sistem pembelajaran kita sendiri saat ini.

Ki Hajar Dewantara berdiri sebagai tokoh penting dalam dunia pendidikan Indonesia, yang membentuk cara kita memahami pembelajaran dan perannya dalam masyarakat. Lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta, ia muncul bukan hanya sebagai Bapak Pendidikan Indonesia tetapi juga sebagai suara politik kunci dalam perjuangan kemerdekaan kita. Visi Dewantara untuk pendidikan nasional melampaui sekadar pengajaran akademik; ia bertujuan memberdayakan masyarakat pribumi melalui sistem yang memprioritaskan identitas budaya dan kebebasan intelektual mereka.
Pada tahun 1922, ia mendirikan Instituut Pendidikan Nasional Taman Siswa, sebuah lembaga inovatif yang menandai pergeseran dari praktik pendidikan kolonial. Di sini, kita menyaksikan komitmennya terhadap pendekatan belajar yang non-otoriter dan nasionalis. Dewantara percaya dalam membina siswa secara holistik, mendorong kemandirian dan berpikir kritis mereka. Motto-nya, “Tut Wuri Handayani,” merangkum filosofi ini, menekankan bimbingan dan dukungan daripada kontrol otoriter. Pendekatan ini tidak hanya mendemokrasikan pendidikan tetapi juga meletakkan dasar bagi generasi yang nantinya akan menantang penindasan kolonial.
Selain itu, keterlibatan politik Dewantara tidak bisa diabaikan. Ia menjadi salah satu pendiri Partai Indische pada tahun 1912, yang memperjuangkan hak-hak orang Indonesia, melawan kekuasaan kolonial Belanda. Perpaduan antara pendidikan dan politik ini sangat penting; Dewantara memahami bahwa membina masyarakat yang berpendidikan adalah langkah penting untuk kesadaran politik nasional. Kontribusinya di bidang pendidikan dan gerakan nasionalis saling terkait, masing-masing memperkuat yang lain. Ia menyadari bahwa pendidikan adalah alat yang kuat untuk pembebasan, memungkinkan individu memahami dan menghadapi realitas sosial-politik mereka.
Saat kita memperingati warisannya setiap Hari Pendidikan Nasional setiap 2 Mei, kita harus merenungkan dampaknya yang mendalam terhadap lanskap pendidikan kita. Prinsip-prinsip Dewantara terus relevan, mendorong kita untuk memperjuangkan pendidikan nasional yang inklusif dan adil. Visinya tetap relevan di era saat ini, di mana kita menghadapi tantangan dalam memastikan akses pendidikan berkualitas bagi semua, terutama komunitas marginal.
Dalam mengingat Ki Hajar Dewantara, kita juga merayakan semangat kebebasan dan kemandirian yang ia perjuangkan. Hidupnya menjadi pengingat tentang peran penting pendidikan dalam membentuk tidak hanya kehidupan individu tetapi juga masa depan kolektif bangsa kita. Dengan mengadopsi cita-citanya, kita dapat terus berjuang untuk sistem pendidikan yang mencerminkan nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan pemberdayaan—unsur penting untuk masyarakat yang benar-benar merdeka.
-
Ragam Budaya3 bulan ago
Situs Arkeologi Tertua di Dunia: Sebuah Perjalanan Melintasi Waktu
-
Ragam Budaya3 bulan ago
Keberanian Arkeolog: Mengungkap Misteri Gobekli Tepe, Situs Kuno
-
Teknologi3 bulan ago
Seri Galaxy S25 Resmi Diluncurkan, Menawarkan Inovasi Teknologi Terkini
-
Teknologi3 bulan ago
Kinerja Kamera Galaxy S25 Ditingkatkan dengan Teknologi AI untuk Foto yang Lebih Baik
-
Lingkungan4 bulan ago
Taman Nasional Komodo Masuk Daftar Warisan Dunia UNESCO
-
Sosial4 bulan ago
Video Viral 2 Gadis SD Sukabumi Berkelahi, Bermula dari Saling Menjuluki
-
Olahraga3 bulan ago
Proses Naturalisasi Tiga Pemain Diaspora, PSSI Yakin Segera Tercapai
-
Hiburan Masyarakat3 bulan ago
Antisipasi Peningkatan Pengalaman Bermain Dengan Pengujian Beta Free Fire FF